
Menurunkan Angka Kematian Balita sebesar dua-per-tiganya antara 1990 dan 2015
Kita
semua ingin menikmati usia panjang dan hidup sehat. Kenyataannya,
sekarang kita memang hidup lebih lama. Antara 1970 dan 2005, usia
harapan hidup di negeri ini rata-rata meningkat sekitar 15 tahun.
Anak-anak yang lahir di Indonesia saat ini dapat mengharapkan hidup
hingga usia 68 tahun. Anda dapat memilih usia harapan hidup sebagai satu
indikator kesehatan. Namun ada satu ukuran lainnya yang sangat penting,
yaitu jumlah anak-anak yang meninggal. Anak-anak, terutama bayi, lebih
rentan terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Itulah
sebabnya tujuan keempat MDGs adalah mengurangi jumlah kematian anak.
Kondisi Saat Ini:
Karena
itu, indikator utama tujuan ini adalah angka kematian anak di bawah
lima tahun (balita). Target MDGs adalah untuk mengurangi dua pertiga
angka tahun 1990. Saat itu, jumlahnya 97 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Target saat ini adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Dengan demikian, Indonesia cukup berhasil. Indikator kedua adalah
proporsi anak usia satu tahun yang mendapat imunisasi campak. Angka ini
telah meningkat,menjadi 72% untuk bayi dan 76% untuk anak dibawah 23
bulan pada 2006, namun perlu lebih ditingkatkan lagi.

Bayi
adalah anak berusia di bawah satu tahun. Ketika melihat pada angka
kematian anak, kita biasanya merujuk pada anak di bawah usia lima tahun
(balita). Ini merupakan pembedaan yang bermanfaat, seperti yang bisa
dilihat pada Gambar 4.1. Gambar tersebut menunjukkan proporsi anak yang
meninggal, baik ketika masih bayi ataupun sebelum mencapai usia lima
tahun. Jelas bahwa kita mencapai kemajuan karena proporsi balita yang
meninggal kurang dari separuh angka tahun 1990. Pada 2007, angkanya
sekitar 44 per 1.000 kelahiran hidup. MDGs menargetkan pengurangan angka
tahun 1990 menjadi duapertiganya. Artinya, kita harus menurunkannya
dari 97 kematian menjadi 32.
dengan
kecenderungan laju yang ada, kita bahkan bisa mencapainya pada 2010.
Namun anda juga harus melihat pada angka kematian bayi. Laju kematian
bayi juga menurun, namun lebih lambat dibandingkan penurunan kematian
balita. Dengan demikian proporsi kematian yang lebih besar terjadi pada
bulan-bulan pertama setelah dilahirkan. Pada tahun 1990, 70%
kematian terjadi pada bayi, namun pada 2005 proporsinya meningkat hingga
77%.
Saat
ini kita memang memberikan imunisasi untuk hampir semua anak-anak
di republik ini. Namun, belum untuk semuanya. Pada 2007, anak-anak yang
menerima imunisasi difteri, batuk rejan dan tipus adalah 84.4% 12,
meskipun hanya separuh dari mereka yang menerima imunisasi lengkap.
Selain itu 82% anak-anak menerima imunisasi Tubercolosis (TBC), dan
80% imunisasi hepatitis. Namun ini harus menjadi satu proses
berkesinambungan. Hal yang mencemaskan adalah turunnya angka imunisasi
terhadap polio dan campak Jerman (rubella), yaitu dari sekitar 74%
beberapa tahun lalu menjadi 70%. Campak juga menjadi kekhawatiran karena
angka imunisasi hanya 72% untuk bayi dan 82% untuk anak hingga 23
bulan, sementara target pemerintah adalah 90%. Diperkirakan 30.000 anak
meninggal setiap tahun karena komplikasi campak13 dan baru-baru ini ada
beberapa KLB (kejadian luar biasa) polio dimana 303 anak menjadi lumpuh.
Imunisasi
tidak hanya tergantung pada para orang tua untuk memastikan bahwa
anak-anak mereka memperoleh vaksinasi, tapi diperlukan sistem kesehatan
yang terkelola dengan baik. Telah
banyak yang dibelanjakan untuk kesehatan, namun diperlukan lebih banyak anggaran karena saat ini belanja negara untuk kesehatan hanya sekitar 5% dari APBN14. Penduduk miskin, khususnya yang tergantung pada layanan publik, akan menderita jika investasi untuk puskesmas berikut staf kurang memadai. Sebuah survei misalnya menemukan bahwa tingkat ketidakhadiran staf puskesmas mencapai 40%. Seringkali, karena mereka sedang berada di tempat praktek pribadi15. Kini, cukup tinggi ketergantungan pada pemerintah kapubaten yang mengalokasikan 4-11% anggaran untuk kesehatan. Sekitar 80% dari anggaran tersebut digunakan untuk membayar gaji pekerja medis15. Padahal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa proporsi gaji seharusnya hanya 15%.
Sumber: http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/topik-kesehatan/101-mdgs/105-tujuan-4-mdg-target-4a
banyak yang dibelanjakan untuk kesehatan, namun diperlukan lebih banyak anggaran karena saat ini belanja negara untuk kesehatan hanya sekitar 5% dari APBN14. Penduduk miskin, khususnya yang tergantung pada layanan publik, akan menderita jika investasi untuk puskesmas berikut staf kurang memadai. Sebuah survei misalnya menemukan bahwa tingkat ketidakhadiran staf puskesmas mencapai 40%. Seringkali, karena mereka sedang berada di tempat praktek pribadi15. Kini, cukup tinggi ketergantungan pada pemerintah kapubaten yang mengalokasikan 4-11% anggaran untuk kesehatan. Sekitar 80% dari anggaran tersebut digunakan untuk membayar gaji pekerja medis15. Padahal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa proporsi gaji seharusnya hanya 15%.
Sumber: http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/topik-kesehatan/101-mdgs/105-tujuan-4-mdg-target-4a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar